Minggu, 17 Desember 2017

ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA



Hakikat Wacana
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
a.       Pengertian Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proporsi yang lainnya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. (J.S.Badudu,2000). Sedangkan ( Hawtan,1987 ) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlibat sebagai sebuah pertukran diantara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.
Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat  atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Lebih lanjut, Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Dari beberapa pendapat Yang relative penting berkaitan dengan wacana ialh definisi yang dikemukakan oleh cook, wacana adalah suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.
b.      Hubungan Wacana dengan ilmu lain
Ø  Wacana dan Fungsi Bahasa dalam Komunikasi
Wacana dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber (pembicara dan penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15).
Fungsi bahasa meliputi:
1)      Fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara  ekspositoris.
2)      Fungsi fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog pembuka,
3)      Fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi,
4)      Fungsi direktif yang berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber.

Ø  Wacana dan Pragmatik
Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam hal ini dapat dibedakan tiga hal yang selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur, semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun makna antar hubungan (pertimbangan makan leksikal dan gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca)
Ø  Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana
Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat) dapat dipertimbangkan dari segi gramatikal (memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi)
Ø  Hubungan Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa.
a.       Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.
b.      Unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang benar rupanya yang terbawa arus.
c.       Kesejajaran antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu mujur.
d.      Referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora. Referensi (acuan) meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.
e.       Kohesi leksikal.
Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu. Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.
f.       Konjungsi
Konjungsi merupakan unsur yang menghubungkan konjoin (klausa/kalimat) di dalam wacana.
Karakteristik Wacana
Wacana merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa (pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1.       Ciri-ciri Wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut:
F  Satuan gramatikal
F  Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
F  Untaian kalimat-kalimat
F  Memiliki hubungan proposisi
F  Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
F  Memiliki hubungan koherensi
F  Memiliki hubungan kohesi
F  Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
F  Bisa transaksional juga interaksional
F  Medium bisa lisan maupun tulis
F  Sesuai dengan konteks
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut:
F  Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
F  Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
F  Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
F  Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
F  Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental

2.      Unsur Pembentuk Wacana
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Ø  Konteks dan Ko-teks
Wacana merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks situasi penuturnya. Konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.
Ø  Teks
Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289) melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan dianalisis dari ketiga unsur tersebut.
Ø  Unsur Representasi
Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
Ø  Relasi
Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
Ø  Identitas
Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
 
Jenis-jenis Wacana dalam Bahasa Indonesia
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat  yaitu sebagai berikut:
1.      Wacana Narasi  
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
2.      Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.

3.      Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4.      Wacana Argumentasi.
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
 Jenis- jenis Wacana menurut para ahli

Ø  Menurut pendapat Leech (1974, dalam Kushartanti dan Lauder, 2008:91) tentang fungsi bahasa, wacana dapat diklasifikasi sebagai berikut.

1.      Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
2.      Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan dalam pesta.
3.      Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa.
4.      Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
5.      Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.


Ø  Menurut Djajasudarma (1994:6), jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.

a.       Realitas Wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna)
b.      Media Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
c.       Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan deskriptif.
d.      Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog, dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan. Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konservasi.
Implikasi Analisis Wacana dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.
            Kegiatan pengajaran Bahasa setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a) proses pengajaran dan b) tujuan yang akan dicapai.  Proses pengajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antar patisipan, yaitu antara guru dengan murid. Guru menyampaikan pesan berupa materi pelajaran kepada murid dalam bentuk wacana. Bahasa yang dipakai guru bukanlah Bahasa yang bebas tetapi Bahasa yang di bangun dengan mempergunakan alat pembangun wacana agar mudah dimengerti murid.
            Murid sebagai partisipan yang akan menangkap pesan yang disampaikan oleh guru dengan cara menginterpretasi ujaran guru. Mereka mencoba memahami maksud guru dengan  cara merekonstruksi ujaran pikirannya. Murid hanya akan mmpu mengkap maksud yang terdapat dalam ujaran secara tepat apabila mampu menghadirkan kembali alat-alat pembangun wacana yang dipakai oleh guru menjadi alat interpretasi.
            Segi lain dalam pengajaran Bahasa yang terpenting adalah tujuan yang akan dicapai. Guru merumuskan tujuan pengajaran untuk murid, dengan demikian pada bagian ini tindakan guru mengatas namakan murid. Murid sebagai orang yang belajar seharusnya mereka mengerti apa yang harus dicapai agar segala kegiatan yang dilakukan senantiasa mengarah pada tujuan serta tidak ada perasaan terpakasa dalam berbuat. Di Indonesia, tugas ini diwakili oleh guru (c.q. Depdikbud) sehingga tujuan belajar pembelaja telah disipkan dalam bentuk paket sedang murid tinggal meraihnya. Apakah sesuai dengan keinginan belajar murid?
           Lepas dari sesuai tdaknya dengan kehendak murid (diandaikan sesuai), tujuan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah adalah agar pembelajar teramil brbahasa baik secara lisan atau tertulis. Berdasarkan rumusan tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan agar murid dapat berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia sacara langsung atau tidak langsung.
            Dalam rangka mencapai tujuan tersebut analisis wacana memiliki peranan yang sangat besar. Karena kegiatan ini dilakukan di kelas, indikaor yang dapat ditunjuk adalah: 1) kurikulum berorientasi pada tujuan, 2) murid berkomunikasi dengan guru, murid akan mencapai tujuan, maka analisis wacana berperan sangat besar dalam pengajaran keterampilan menyimak dan membaca.
            Menyimak dimaksud agar murid dapat mendengar dan mengeri bunyi Bahasa yang diucapkan oleh guru, kemudian merangkap pesan. Keterampilan menyimak merupakan keterampilan reseptif lisan maka aktivitas murid berpusat ada teinga dan pikiran. Telinga menangkap bunyi, sedang pikiran merekonstruksi wacana yang diungkapkan oleh guru untuk menangkap pesan yang terkandung di dalamnya.
            Kegiatan menganalisis wacana pada hakikatnya menganalisis ujaran melalui proses berfikir. Ujaran mengandung pesan untuk disamapaikan kepada murid, murid menangkap bunyi melalui telinga kemudian mengolahnya dalam pikiran, untuk memperoleh pesan. Hal ini dilakukan dengan jalan mengenali jenis Bahasa yang dipergunakan oleh guru melalui rekonstrasi bangunan (Bahasa) yang yang dibuat oleh guru.
            Dengan demikian, apabila dikembalikan bahawa menyimak merupakan kegiatan berbahasa secara reseptif dalam berkomunikasi pendengar/pembaca tidak mungkin akan mennagkap pesan tanpa mengenali aspek-aspek konteks situasi, koherensi, implikatur, inferensi, referensi dan seterusnya.
            Membaca dimaksudkan untuk melafalkan bunyi yang tertulis kemudian mengkap gagasan yang terkandung dalam rangkaian bunyi. Tulisan sebagai produk berbahasa dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada pembaca secara tidak langsung. Pembaca berusaha mewujudkan kembali proses penulisan melalui alat-alat interpretasi dengan maksud untuk menangkap pesan yang terkandung dalam tulisan.
Kalau hakikat membaca adalah melafalakan bunyi dengan maksud untuk menangkap pesan, analisis wacana berperan dalam usaha menagkap pesan. Pesan penulis terkandung dalam bahsa tulis terususun secara sistematis berdasarkan kaidah Bahasa dan tata tulis, setidaknya menurut kemampuan penulis, pesan bsa termuat secara hierarkis anatara pesan pokok, pesan penjelas, ilustrasi dan contoh contoh. Wujud lisan tidak terlepas dari presepsi penlis terhadap objek/masalahyang dihadapi, dengan demikian pembaca tidak mungkin hanya melafalkan tulisan kemudian dapat mennagkap pesan.
            Aktivitas membaca kiranya juga tersusun secara hierarkhis pula, yatu dari melafalkan bunyu (membaca tulisan), melafalakan bunyi untuk menangkap makna tersurat melafalkan bunyi untuk menangkap makna tersirat, melafalkan bunyi untuk menangkap latar belakang budaya penulis mengapa ia memiliki presepsi tertentu terhadap objek atau masalah sehingga berbeda dengan prsepsi penulis lain. Pada hierarki terakhir itulah analisis wacana diperlukan. Pembaca harus mampu mereknstruksi kembali kohesi, koherensi, ko-teks, implikatur, inferensi, praanggapan dan sebagainya yang mungkin melingkupi proses terjadinya tulisan.
Rekonstruksi terjadinya tulisan perlu diungkapkan kembali karena pesan sesungguhnya yang terkandung dalam sebuah bacaan tidak sekadar yang tertulis tetapi rangkaian maknaya yang ada dibalik makna yang tersirat itulah pesan yang sebenarnya.


Daftar Pustaka
Pranowo.2015. Teori Belajar Bahasa.Yogyakarta: Pustaka belajar




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenal Chipset yang Sering Digunakan di Smartphone saat ini.

    Chipset merupakan sebuah komponen penting bagi Smartphone dan penggunanya. Banyak pengguna Smartphone yang pilih-pilih terlebih da...