Hakikat Wacana
Kata
wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak
asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan,
kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari
kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa
yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan.
Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa,
psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
a.
Pengertian
Wacana
Wacana
merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis. Dalam peristiwa
komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi
antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana
terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu
yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Istilah
wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Wacana
merupakan rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang
satu dengan proporsi yang lainnya, membentuk satu kesatuan sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
(J.S.Badudu,2000). Sedangkan ( Hawtan,1987 ) wacana adalah komunikasi kebahasaan
yang terlibat sebagai sebuah pertukran diantara pembicara dan pendengar,
sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan
sosialnya.
Menurut
Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga
membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut Tarigan
(dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan
kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang
nyata. Lebih lanjut, Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai
rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal
(subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang
koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Dari
beberapa pendapat Yang relative penting berkaitan dengan wacana ialh definisi
yang dikemukakan oleh cook, wacana adalah suatu penggunaan bahasa dalam
komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.
b.
Hubungan
Wacana dengan ilmu lain
Ø
Wacana
dan Fungsi Bahasa dalam Komunikasi
Wacana
dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber
(pembicara dan penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur
komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15).
Fungsi
bahasa meliputi:
1)
Fungsi
ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara
ekspositoris.
2)
Fungsi
fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog pembuka,
3)
Fungsi
estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi,
4)
Fungsi
direktif yang berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai penerima isi
wacana secara langsung dari sumber.
Ø Wacana dan Pragmatik
Pragmatik
berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam hal ini dapat
dibedakan tiga hal yang selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan
pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur, semantik adalah makna,
baik dari setiap unsur maupun makna antar hubungan (pertimbangan makan leksikal
dan gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara dan
pendengar atau penulis dan pembaca)
Ø Hubungan Gramatikal
dan Semantik dalam Wacana
Hubungan
antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat) dapat dipertimbangkan dari
segi gramatikal (memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik (hubungan
makna dalam setiap proposisi)
Ø Hubungan Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal
yang mendukung wacana dapat berupa.
a.
Unsur
yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih
besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.
b.
Unsur
kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian
terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang benar rupanya
yang terbawa arus.
c.
Kesejajaran
antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu
mujur.
d.
Referensi,
baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora. Referensi (acuan)
meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.
e.
Kohesi
leksikal.
Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan
kata) yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu.
Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta
kolokasi.
f.
Konjungsi
Konjungsi merupakan unsur yang menghubungkan konjoin
(klausa/kalimat) di dalam wacana.
Karakteristik Wacana
Wacana
merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa
(pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1.
Ciri-ciri
Wacana
Berdasarkan penjelasan
di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri
wacana adalah sebagai berikut:
F
Satuan
gramatikal
F
Satuan
terbesar, tertinggi, atau terlengkap
F
Untaian
kalimat-kalimat
F
Memiliki
hubungan proposisi
F
Memiliki
hubungan kontinuitas, berkesinambungan
F
Memiliki
hubungan koherensi
F
Memiliki
hubungan kohesi
F
Rekaman
kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
F
Bisa
transaksional juga interaksional
F
Medium
bisa lisan maupun tulis
F
Sesuai
dengan konteks
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan
ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut:
F
Wacana
dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian
tindak tutur
F
Wacana
mengungkap suatu hal (subjek)
F
Penyajian
teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
F
Memiliki
satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
F
Dibentuk
oleh unsur segmental dan nonsegmental
2.
Unsur
Pembentuk Wacana
Wacana
berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur
ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi
sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan
paragraf).
Ø Konteks dan Ko-teks
Wacana
merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan
bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam
wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks
situasi penuturnya. Konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah
kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.
Ø Teks
Fairdough
(dalam Eriyanto, 2008:289) melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks
bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana
hubungan antarobjek didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough
dapat diuraikan dan dianalisis dari ketiga unsur tersebut.
Ø Unsur Representasi
Bagaimana
peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
Ø Relasi
Bagaimana
hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
Ø Identitas
Bagaimana
identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan
dalam teks.
Jenis-jenis
Wacana dalam Bahasa Indonesia
Berdasarkan
bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat yaitu sebagai berikut:
1. Wacana Narasi
Narasi
adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa.
Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur
penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta
latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
2. Wacana Deskripsi
Deskripsi
adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan,
perasaan, dan pengalaman penulisnya.Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi
pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.Dilihat dari
sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi
Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
3.
Wacana
Eksposisi
Karangan
eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci
(memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas
pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada
karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar,
simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan
objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan
data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi
karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola
penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4.
Wacana
Argumentasi.
Karangan
argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap
suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan
yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan
kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu
menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan,
mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang
mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi
karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat,
akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Jenis- jenis
Wacana menurut para ahli
Ø Menurut pendapat Leech
(1974, dalam Kushartanti dan Lauder, 2008:91) tentang fungsi bahasa, wacana
dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1.
Wacana
ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis
sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
2.
Wacana
fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi,
seperti wacana perkenalan dalam pesta.
3.
Wacana
informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti
wacana berita dalam media massa.
4.
Wacana
estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan
pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
5.
Wacana
direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra
tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.
Ø Menurut Djajasudarma
(1994:6), jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya),
media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.
a.
Realitas
Wacana
Realitas
wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan
kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau
language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian
isyarat atau tanda-tanda yang bermakna)
b.
Media
Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media
komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana
lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan
penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud
sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
c.
Pemaparan
Wacana
Pemaparan
wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan
pemaparan, wacana meliputi naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan
deskriptif.
d.
Jenis
Pemakaian Wacana
Jenis
pemakaian wacana berwujud monolog, dialog, dan polilog. Wacana monolog
merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan
antara dua pihak yang berkepentingan. Wacana yang berwujud dialog berupa
percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Wacana polilog melibatkan
partisipan pembicaraan di dalam konservasi.
Implikasi Analisis Wacana dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Kegiatan pengajaran Bahasa setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan,
yaitu: a) proses pengajaran dan b) tujuan yang akan dicapai. Proses
pengajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antar patisipan, yaitu
antara guru dengan murid. Guru menyampaikan pesan berupa materi pelajaran
kepada murid dalam bentuk wacana. Bahasa yang dipakai guru bukanlah Bahasa yang
bebas tetapi Bahasa yang di bangun dengan mempergunakan alat pembangun wacana
agar mudah dimengerti murid.
Murid sebagai partisipan yang akan menangkap pesan yang disampaikan oleh guru
dengan cara menginterpretasi ujaran guru. Mereka mencoba memahami maksud guru
dengan cara merekonstruksi ujaran pikirannya. Murid hanya akan mmpu
mengkap maksud yang terdapat dalam ujaran secara tepat apabila mampu
menghadirkan kembali alat-alat pembangun wacana yang dipakai oleh guru menjadi
alat interpretasi.
Segi lain dalam pengajaran Bahasa yang terpenting adalah tujuan yang akan
dicapai. Guru merumuskan tujuan pengajaran untuk murid, dengan demikian pada
bagian ini tindakan guru mengatas namakan murid. Murid sebagai orang yang
belajar seharusnya mereka mengerti apa yang harus dicapai agar segala kegiatan
yang dilakukan senantiasa mengarah pada tujuan serta tidak ada perasaan
terpakasa dalam berbuat. Di Indonesia, tugas ini diwakili oleh guru (c.q.
Depdikbud) sehingga tujuan belajar pembelaja telah disipkan dalam bentuk paket
sedang murid tinggal meraihnya. Apakah sesuai dengan keinginan belajar murid?
Lepas
dari sesuai tdaknya dengan kehendak murid (diandaikan sesuai), tujuan
pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah adalah agar pembelajar teramil brbahasa
baik secara lisan atau tertulis. Berdasarkan rumusan tujuan tersebut dapat
ditarik kesimpulan agar murid dapat berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia
sacara langsung atau tidak langsung.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut analisis wacana memiliki peranan yang
sangat besar. Karena kegiatan ini dilakukan di kelas, indikaor yang dapat
ditunjuk adalah: 1) kurikulum berorientasi pada tujuan, 2) murid berkomunikasi
dengan guru, murid akan mencapai tujuan, maka analisis wacana berperan sangat
besar dalam pengajaran keterampilan menyimak dan membaca.
Menyimak dimaksud agar murid dapat mendengar dan mengeri bunyi Bahasa yang
diucapkan oleh guru, kemudian merangkap pesan. Keterampilan menyimak merupakan
keterampilan reseptif lisan maka aktivitas murid berpusat ada teinga dan
pikiran. Telinga menangkap bunyi, sedang pikiran merekonstruksi wacana yang
diungkapkan oleh guru untuk menangkap pesan yang terkandung di dalamnya.
Kegiatan menganalisis wacana pada hakikatnya menganalisis ujaran melalui proses
berfikir. Ujaran mengandung pesan untuk disamapaikan kepada murid, murid
menangkap bunyi melalui telinga kemudian mengolahnya dalam pikiran, untuk
memperoleh pesan. Hal ini dilakukan dengan jalan mengenali jenis Bahasa yang dipergunakan
oleh guru melalui rekonstrasi bangunan (Bahasa) yang yang dibuat oleh guru.
Dengan demikian, apabila dikembalikan bahawa menyimak merupakan kegiatan
berbahasa secara reseptif dalam berkomunikasi pendengar/pembaca tidak mungkin
akan mennagkap pesan tanpa mengenali aspek-aspek konteks situasi, koherensi,
implikatur, inferensi, referensi dan seterusnya.
Membaca dimaksudkan untuk melafalkan bunyi yang tertulis kemudian mengkap
gagasan yang terkandung dalam rangkaian bunyi. Tulisan sebagai produk berbahasa
dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada pembaca secara tidak langsung.
Pembaca berusaha mewujudkan kembali proses penulisan melalui alat-alat
interpretasi dengan maksud untuk menangkap pesan yang terkandung dalam tulisan.
Kalau hakikat membaca adalah
melafalakan bunyi dengan maksud untuk menangkap pesan, analisis wacana berperan
dalam usaha menagkap pesan. Pesan penulis terkandung dalam bahsa tulis
terususun secara sistematis berdasarkan kaidah Bahasa dan tata tulis, setidaknya
menurut kemampuan penulis, pesan bsa termuat secara hierarkis anatara pesan
pokok, pesan penjelas, ilustrasi dan contoh contoh. Wujud lisan tidak terlepas
dari presepsi penlis terhadap objek/masalahyang dihadapi, dengan demikian
pembaca tidak mungkin hanya melafalkan tulisan kemudian dapat mennagkap pesan.
Aktivitas membaca kiranya juga tersusun secara hierarkhis pula, yatu dari
melafalkan bunyu (membaca tulisan), melafalakan bunyi untuk menangkap makna
tersurat melafalkan bunyi untuk menangkap makna tersirat, melafalkan bunyi
untuk menangkap latar belakang budaya penulis mengapa ia memiliki presepsi
tertentu terhadap objek atau masalah sehingga berbeda dengan prsepsi penulis
lain. Pada hierarki terakhir itulah analisis wacana diperlukan. Pembaca harus
mampu mereknstruksi kembali kohesi, koherensi, ko-teks, implikatur, inferensi,
praanggapan dan sebagainya yang mungkin melingkupi proses terjadinya tulisan.
Rekonstruksi terjadinya tulisan
perlu diungkapkan kembali karena pesan sesungguhnya yang terkandung dalam
sebuah bacaan tidak sekadar yang tertulis tetapi rangkaian maknaya yang ada
dibalik makna yang tersirat itulah pesan yang sebenarnya.
Daftar Pustaka
Pranowo.2015. Teori Belajar
Bahasa.Yogyakarta: Pustaka belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar