Selasa, 07 November 2017

Analisis Kesalahan dalam Pembelajaran Bahasa



A.     PENGERTIAN KESALAHAN BERBAHASA 

Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan kaidah dalam pe- makaian bahasa. Kesalahan berbahasa dapat terjadi pada anak kecil maupun orang dewasa. Jika kesalahan itu dilakukan oleh anak kecil yang sedang dalam proses menguasai B1 biasanya disebut errors (silap). Sementara itu, jika penyimpangan dilakukan oleh orang dewasa (yang sudah dianggap menguasaibahasa pertama) disebut mistake (kesalahan). Pertanyaan yang sering muncul adalah penyimpangan jenis manakah jika seorang anak kecil (sebelum masa pubertas) sudah berusaha menguasai bahasa kedua atau bahasa asing. jawaban atas pernyataan seperti itu tidak mudah. Jika jawaban itu bertolak dari proses penguasaan bahasa pertama pada anak kecil, proses penguasaan B2 atau bahasa asing mestinya terjadi seperti proses penguasaan bahasa ibu (Bl) karena mereka belum melampaui masa pubertas dan belum terjadi proses penyebelahan fungsi otak (lateralisasi). Para ahli belajar bahasa menyebutnya dengan isiilah pemerolehan (acquisition). Hal ini bisa benar dan bisa salah. Jika anak kecil menguasai B2 atau bahasa asing dengan mendapat lingkungan masyarakat ber-B2 atau berbahasa asing, proses penguasaannya sama seperti ketika mereka menguasai B1.
Bagaimana dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Selama bertahun-tahun pengajaran BI selalu memandang bahwa penyimpangan bahasa seorang pembelajar yang sedang berusaha menguasai bahasa selalu dianggap sebagai kesalahan. Anggapan demikian kurang memperhatikan aspek psikologis pembelajar, karena setiap orang yang ingin menguasai sesuatu yang baru pasH melalui proses.   
B.     BAHASA ANTARA BUKAN KESALAHAN BERBAHASA      
Bahasa antara merupakan bahasa yang dihasilkan oleh seseorang yang sedang dalam proses menguasai bahasa ke  bahasa antara (interlanguage) adalah adanya penyimpangan struktur  lahir dalam bentuk kesilapan (errors) berbahasa. Kesilapan-kesilapan  ini bersifat sistemis dan terjadi pada setiap orang yang berusaha  menguasai bahasa kedua.    
Kesilapan-kesilapan yang dilakukan oleh orang yang sedang berusaha menguasai bahasa kedua harus dipandang sebagai kesilapan yang dilakukan oleh seorang anak kecil, yang sedang berusaha belajar bahasa ibu (Bl). Seorang anak kecil yang tidak mampu mengucapkan /r/ pada kata 'tri' atau /q/ pada kata 'Qur-an' apakah akan kita salahkan apabila ia mengucapkan 'tli' dan 'Kolan'. Kesalahan seperti itu merupakan kesalahan yang dilakukan oleh semua anak kecil di seluruh dunia.
Kesalahan_kesalahan berbahasa demikian. Corder (1971) mem bedakan istilah salah (mistake), selip (lapses), dan silap (errors). Salah (mistake) adalah penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu menentukan pilihan penggunaan ungkapar yang tepat sesuai dengan situasi yang ada. Penyimpangan pemakai. an bahasa seperti ini biasa dilakukan oleh orang dewasa yang tidal, menguasai kaidah bahasa secara baik.
Selip (lapses) merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian topik pembicaraan secara sesaat. Kelelahan tubuh bisa menimbulkan selip bahasa. Dengan demikian selip bahasa terjadi secara tidak disengaja. Kesalahan berbahasa yang disebut "selip" disebabkan oleh faktor non-lingual, seperti kelelahan, kehilangan konsentrasi, tergesa-gesa dan sebagainya.
Silap (errors).merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena pemakai belum menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. Faktor yang menyebabkan timbulnya kesilapan adalah faktor kebahasaan yang mengikuti pola-pola tertentu. Seorang anak kecil (yang sedang dalam proses menguasai bahasa pertama) atau orang dewasa (yang sedang dalam proses menguasai bahasa kedua atau bahasa asing) sangat wajar jika melakukan kesalahan pemakaian bahasa yang masih dalam proses dikuasai. Corder menyebut dengan istilah errors of competence.

C.     SEBAB TERJADINYA KESALAHAN DALAM PROSES BELAJAR BAHASA     
Proses sentral adalah proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing yang terjadi pada sistem kognisi pembelajar. Sistem kognisi berkembang sesuai dengan tahap perkembangan pikiran. Oleh karena itu, ketika pikiran memproses informasi yang diterima dan  meresponsnya disesuaikan dengan tahap perkembangan pikiran. Hal inilah yang menjadi sebab timbulnya kesalahan berbah.asa pada seorang pembelajar bahasa. Berkaitan dengan proses sentral ini, banyak ahli pengajaran bahasa yang mengindentifikasi terjadinya pada "bahasa antara" (interl.anguage) pembelajar yang sedang berusaha menguasai B2.
D.     LANGKAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA       
Berdasarkan judul bab ini yaitu "Analisis Kesalahan Berbahasa-'  uraian analisis kesilapan di atas belum menampakkan manfaatnya.  Secara teoretis AKS dapat dipakai untuk menganalisis bahasa  pembelajar dengan tujuan untuk mendiagnosis kesalahan berbahasa  yang dilakukan oleh pembelajar dalam proses menguasai B2.  Langkah analisis kesilapan Corder (1971) mengemukakan tiga tahap.     
Pertama, tahap mengenal kalimat-kalimat idiosinkretik. Kaidah umum, bahwa setiap kalimat untuk sementara dianggap idiosinkretik. Dengan melihat kalimat yang baik dan yang tidak baik susunannya, analis dapat merekonstruksi kalimat yang dianggap benar oleh penutur B2 baik ekspresi maupun konteksnya. Akhir analisis ini akan ditemukan kalimat yang baik dan tidak baik strukturnya. Dengan demikian, analisis akan memperoleh sederetan kalimat yang satu idiosinkretik dan yang satu tidak tetapi bermakna sama.
Kedua, mendeskripsikan bahasa antara berdasarkan pasangan-pasangan kalimat yang baik dan jelek struktumya di atas tadi. Metode yang dipakai pada dasarnya adaIah metode perbandingan dwibahasa. Dalam hal ini dua bahasa dideskripsikan dalam kerangka seperangkat umum kategori-kategori dan relasi tertentu.    
Tahap ketiga, adalah penjelasan. Dua tahap pertama tadi bersifat linguistis, maka tahap ini bersifat psikolinguistis. Penjelasan itu menyangkut masalah mengapa bahasa antara itu "demikian adanya".    
Setelah tahap-tahap analisis selesai kemudian dilanjutkan kepada tahap interpretasi. Dalam menginterpretasi analis berusaha merekonstruksi kalimat. Kalimat hasil rekonstruksi didasarkan pada interpretasi tentang apa yang ingin dikatakan oleh pembelajar, berdasarkan makna yang dicoba diungkapkan oIeh pembelajar. Kebenaran deskripsi analis sepenuhnya bergantung kepada kebenaran interpretasi terhadap maksud yang dikehendaki pembelajar. Untuk dapat sampai kepada interpretasi yang benar analis dapat bertanya kepada pembelajar mengenai maksudnya daIam BI dan kemudian menerjemahkannya ke dalam B2. Langkah ini disebut interpretasi otoritatif karena bahasa pembelajar tidak dapat ditemui, analis melakukan interpretasi berdasarkan konteks linguistik dan konteks situasinya. Hasil interpretasi ini disebut interpretasi kemungkinan. Oleh karena itu, hasilnya disebut rekonstruksi kemungkinan. Permasalahan yang timbul dariinterpretasi demikian adalah jika ujaran yang keliru itu tidak dapat ditemukan maksud pemakainya

E.     IMPLIKASI ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM PBI    
Masyarakat Indonesia kebanyakan dwibahasawan dengan bahasa Daerah (BD) sebagai Bl dan bahasa Indonesia (BI) sebagai B2. Penelitian kemampuan berdwibahasa terhadap anak-anak SD di DIY oleh Dr. Soepomo menunjukkan bahwa kemampuan ber- BI.nya masih lemah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kesalahan pembelajar dalam ber-BI. Sebab-sebab terjadinya kesalahan adalah (1) pengertian yang kacau, (2) interferensi, (3) karena logika yang belum masak, (4) karena analogi, dan (5) sikap sembrono (Soepomo, 1977):   
Penelitian terhadap anak-anak SD kelas enam di Sumatera Selatan disimpulkan bahwa mereka kurang mampu menyusun kosakata dalam berbahasa Jndonesia yang diberikan secara aktif maupun secara reseptif (Salahuddin dkk., 1981).   
Penelitian terhadap kemampuan ber-BI anak-anak SMP Sumatera Barat lewat Membaca dan Menulis juga belum mendapatkan gambaran yang menggembirakan mengingat hasil maksimal kemampuan membaca dan menulis hanyalah sedang (Ranjad, 1981).
Menelusuri ketiga hasil penelitian di atas hampir semuanya membuktikan ketidakmampuan ber-BI para pembelajar baik di SD maupun SMP. Dari ketiga penelitian yang ada hanya penelitian Dr. Soepomo yang memberikan deskripsi sebab-sebab ketidak- mampuan berbahasa, sedangkan dua penelitian berikutnya tidak memberikan deskripsi apa-apa kecuali hanya menunjukkan kesalahan-kesalahan yang ada.    
Berdasarkan dua penelitian di atas kiranya dapat diasumsikan bahwa kebanyakan peneliti bahasa dan guru bahasa belum mampu n'engidentifikasi sebab-sebab kesalahan serta seberapa tingkat  kesalahan yang diperbuat oleh pembelajar dalam berbahasa.     
Bertolak dari teori-teori dasar analisis "bahasa antara" melalui  analisis kesalahan serta berbagai sebab terjadinya, kiranya analisis kesalahan dapat diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Argumen-argumen yang dikemukakan antara lain:
a.       masyarakat Indonesia yang kebanyakan dwibahasawan dengan  Bl berupa BD memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan kesalahan ber- BI,
b.      kemunginan timbulnya kesulitan guru untuk menerapkan analisis kesalahan dalam pengajaran bahasa (BI) sangat kecil karena semua guru menguasai BI secara baik sedang seandainya guru tidak menguasai BI, pembelajar tidak ada kesulitan untuk mendapatkan bantuan penutur asli.
c.       pembelajar-pembelajar kebanyakan bukan orang yang asing sama sekali dengan BI sehingga kemungkinan keberhasilannya  iauh lebih besar.

           DAFTAR PUSTAKA

       Pranowo,TEORI BELAJAR BAHASA, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014

Analisis Kontrastif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia



A.   ANALISIS KONTRASTIF
Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan. Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi sekaligus untuk membandingkan dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan cara membandingkan dua data kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan data bahasa kedua (B2). Kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis, hasilnya akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan kesamaan dari kedua bahasa itu. Pembahasan data itu harus juga mempertimbangkan faktor budaya, baik budaya bahasa maupun budaya peserta didik. Hasil dari pembahasan tersebut akan diperoleh gambaran kesulitan dankemudahan peserta didik dalam belajar suatu bahasa.
B.   MEMAHAMI ANALISIS KONTRASTIF
      Hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2)  adalah tercampurnya sistem bahasa pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis Kontrastif mencoba menjembatani kesulitan tersebut dengan mengontraskan kedua sistem bahasa yang ada untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi.
Manusia memperoleh bahasa melalui proses yang sangat kompleks. Oleh karena itu, beberapa ahli mencoba untuk menghubungkan berbagai faktor yang ikut terlibat dalam proses penguasaan bahasa. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor bentuk bahasa (berupa bunyi, sistem bunyi dan struktur gramatik yang dipakai sebagai sarana agar fungsi komunikatif dapat berlangsung) dan faktor sistem bahasa (berupa unit-unit dan struktur kebahasaan) yang akan memengaruhi faktor-faktor psikologi. Faktor-faktor psikologi itu antara lain:
a.       pemerolehan B2,
b.      hakikat belajar (baik menurut pandangan kaum behavioris maupun kaum kognitivis,
c.       faktor kepribadian, dan
d.      dimensi-dimensi sosiokultural (Brown, 1980).     
      Jika proses penguasaan bahasa ternyata melibatkan berbagai faktor yang rumit dan kenyataannya berbagai usaha telah dilakukan tetapi hasilnya tetap belum memuaskan semua pihak, hal ini bukanIah merupakan kegagalan. Argumentasinya bahwa setiap teori yang muncul selalu menunjukkan kelebihan, tetapi begitu dikaji dari berbagai segi selalu menimbulkan kritik karena mulai kelihatan kelemahannya. Dengan cara demikianlah teori bermunculan dar ilmu pengetahuan itu menjadi berkembang.
C.   LINGUISTIK KONTRASTIF
     AK sering dipersamakan dengan istilah Linguistik Kontrastif (Hamied, 1987). Linguistik Kontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat (Lado, 1957). 
Penetapan Analisis Kontrastif dalam pengajaran bahasa didasarkan pada  asumsi teoretis bahwa:
a.         …. materi pengajaran bahasa yang paling efektif adalah materi yang didasarkan pada deskripsi bahasa itu (Fries, 1945),
b.      …. dengan mengontraskan bahasa pertama dengan bahasa yang akan dipelajari dapat meramalkan dan mendeskripsikan pola- pola yang menyebabkan kesulitan dalam belajar bahasa kedua (Lado, 1957).
c.       …. perubahan yang harus terjadi pada tingkah laku seseorang yang belajar bahasa asing dapat disamakan dengan perbedaan antara struktur bahasa dan budaya murid dengan struktur bahasa dan budaya yang dipelajari (Valdman’s 1966, dalam Wardhaugh, 1970).
Analisis Kontrastif menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado (1959) yang berjudul Linguistics A cross Culture yang menguraikan secara panjang lebar mengenai cara-cara mengontraskan dua bahasa. Buku tersebut berisi uraian Analisis Kontrastif antara bahasa Inggris dengan bahasa Spanyol, dengan suplemen contoh-contoh lain dari bahasa China, Muangthai dan sebagainya. Lado menganjurkan agar pengontrasan itu dilakukan terhadap fonologi, struktur gramatik, kosakata serta sistem tulisan.
Penganut Aanalisis Kontrastif versi lemah (weak version) juga memiliki tuntutan  terhadap linguis tetapi tidak seperti golongan Versi Keras. Tuntutan versi lemah antara lain:
a.       Analisis Kontrastif  cukup menggunakan pengetahuan kebahasaan yang paling baik yang ada padanya untuk.mempertanggungjawabkan kesulitan belajar B2 yang diamati.
b.      Perigamatan cukup dilakukan terhadap data yang tampak pada interferensi kebahasaan untuk menerangkan persamaan dan perbedaan antara kedua sistem bahasa itu.
c.       Titik awal pengontrasan cukup diperoleh dari data aktualseperti kesilapan terjemahan, kesulitan belajar, dan residu aksen asing.
d.      Referensi dua sistem bahasa dipergunakan untuk menerangkan interferensi yang diamati.
e.       Dasar teori dapat bersifat eklektik yang berisi pandangan Generatif Transformasi, struktural, serta tata bahasa paradigmatik.
f.       Boleh juga hierarki kesulitan didasarkan pada pengalaman serta intuisi, bukan teori linguistik yang semestinya.
Pendukung Versi Lemah ini antara lain Stocell dan Bowen dengan karyanya The Sounds of English and Spanish (1965) dan The Grammatical Structures of English and Spanish; Stockwell dan Bowen dalam mengontraskan fonologi bahasa Inggris dengan bahasa Spanyol menggunakan pengetahuan Iinguistiknya untuk menerangkan masalah yang dihadapi pembicara bahasa Inggris yang sedang belajar bahasa Spanyol serta menggunakan metode yang sangat eklektik dari Generatif Transformasi, Struktural dan Tata bahasa Paradigmatik.
Versi lain dari Versi Keras dan Versi Lemah adalah Versi Moderat. Kelompok ini mencoba merasionalisasi Analisis Kontrastif berdasarkan tiga sumber yaitu:
a.       pengalaman dalam praktik mengajar para guru bahasa kedua,
b.      studi mengenai bahasa antara dan
c.       teori belajar bahasa.    
Berdasarkan sumber-sumber itu kemudian Lee (1968) mengajukan asumsi bahwa Analisis Kontrastif perlu dilakukan karena: 
a.       penyebab utama kesulitan belajar bahasa kedua adalah interferensi dari bahasa ibu pembelajar,
b.      kesulitan itu terjadi karena perbedaan dari kedua sistem bahasa itu,
c.       semakin besar perbedaan kedua bahasa semakin besar pula kesuIitannya,
d.      hasilperbandingan dari dua bahasa itu perlu untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa kedua, dan
e.       apa yang diajarkan harus sesuai dengan perbedaan yang ada dari kedua sistem bahasa itu berdasarkan hasil analisis perbedaan.     .
Apa pun versinya, usaha untuk mengontraskan dua sisten, bahasa hendaknya dilakukan dengan langkah-langkah:
a.       deskripsi kedua bahasa yang akan dikontraskan,
b.      seleksi unsur-unsur persamaan dan perbedaan kedua bahasa;
c.       mengontraskan perbedaan sistem kedua bahasa dan,
d.      meramalkan sebab-sebab kesulitan belajar berdasarkan hasil pengontrasan tersebut.
Bila kita simak ke belakang, munculnya Aanalisis Kontrastif sebetulnya didasarkan pada 3 (tiga) asumsi yaitu:
a.       Pengalaman mengajar guru-guru bahasa asing yang selalu menemukan bahwa kesalahan berbahasa yang dipelajari pembelajar selalu dapat ditelusur kembali melalui bahasa ibu pembelajar, 
b.      studi tentang kontak bahasa dalam situasi kedwibahasaan yang selalu dicatat adanya interferensi yang oleh Weinreich diartikan sebagai those instances of deoiation from the norms of either language which occur in the speech of bilinguals as a result of their familiarity with more than one language (1953),
c.       teori belajar terutama teori transfer yang dipandang sebagai fasilitasi yang bersifat positif, di samping ada interferensi yang bersifat negatif (Jakobovits, 1969; Carroll, 1968).
Berdasarkan tiga asumsi dasar di atas Analisis Kontrastif pada dasamya bertujuan: 
a.       memberikan wawasan tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa pertama dengan bahasa kedua yang akan dipelajari,
b.      menjelaskan dan memperkirakan masalah-masalah (yang timbul) dalam belajar B2, dan
c.       mengembangkan bahan pelajaranbahasa kedua untuk pengajaran bahasa (Hamied, 1987).

D.   KRITIK TERHADAP ANALISIS KONTRASTIF     
Analisis kontrastif yang mencoba mengontraskan dua bahasa yang berbeda dengan maksud untuk mengenali sebab-sebab timbulnya interferensi dan meramalkan kesukaran belajar ternyata menimbulkan berbagai kritik dari ahli bahan Pembelajaran ahli pengajaran bahasa. .   
Kritik pertama dikemukakan oleh Ronald Wardhaugh (1970) bahwa Analisis Kontrastif menimbulkan ketidakpastian karena tidak memadainya teorilinguistik yang ada. Sebagai contoh deep. structure bahasa dari Chomsky yang diklaim oleh Analisis Kontrastif sebagai pendukung teorinya, ternyata belum memiliki kesamaan pengertian dengan yang dimaksud   oleh McCowly (1968) maupun dengan yang dimaksud oleh Fillmore (1968). Analisis Kontrastif yang mengklaim bahwa deep structure semua bahasa adalah sama, tidak lebih dari suatu tuntutan bahwa seseorang tidak mungkin berbicara tentang hal yang sama dalam bahasa yang berlainan. Klaim ini tidak menarik dan bahkan bertentangan dengan teori Sapir dan Worf.    
Kritik kedua dikemukakan oleh Whitman dan Jackson,(1972) ketika mereka mengadakan tes empirik terhadap teori Analisis Kontrastif, Tes yang terdiri atas 40 butir tata bahasa dan kemudian diberikan kepada 2500 orang Jepang yang sedang belajar bahasa Inggris. Hasil tes tersebut dibandingkan dengan ramalan-ramalan sebelumnya. Ternyata hasil ramalan oleh para ahli bahasa tidak mendapat dukungan darihasil tes tersebut. Kesimpulannya Aanalisis Kontrastif baik secara teoretis maupun praktis hasilnya tidak memadai untuk meramalkan interferensi yang diperbuat oleh pembelajar.    
Kritik ketiga dikemukakan oleli Brown (1980) bahwa Analisis Kontrastif yang populer itu ternyata hanya berhasil meramalkan kesulitan dalam bidang fonologi. Hal ini bisa dimaklumi karena fonologi bersifat psikomotoris yang banyak menggantungkan pada aktivitas otot- otot dalam menghasilkan bunyi. Tetapi pada tataran sintaksis. dan leksikal interferensi itu sulit diramalkan. Hal ini karena semua itu lebih banyak dikoordinasi oIeh faktor kognitif.    
Kritik keempat dikemukakan oleh Abdul Wahab (tidak di- publikasikan) bahwa penerapan Analisis Kontrastif terhadap dua sistem bahasa yang sangat berbeda harus ditinjau kembali. Argumentasi yang diajukan adalah pengamatannya terhadap kontras BI dengan bahasa Sansekerta dalam bidang sintaksis. Perbedaan dari kedua sistem babas tersebut terletak pada tingkat klasifikasi kata, jenis kata, dan kasus. Kasus dalam menyusun kaIimat bahasa Sansekerta sebanyak 8 (delapan) kasus, seperti jumlah, gender, bunyi akhir untuk masing-masing kata benda, aspek dan lain-lain, semua itu masih terikat pada subjeknya. Jika masing-masing kasus ada tiga macam, kecuali kasus aspek ada 5 (lima) macam.



 DAFTAR PUSTAKA
https://pangeransastra.wordpress.com/2014/10/13/linguistik-dan-pembelajaran-bahasa-analisis-kontrastif-2/ 
Pranowo,TEORI BELAJAR BAHASA, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.



Mengenal Chipset yang Sering Digunakan di Smartphone saat ini.

    Chipset merupakan sebuah komponen penting bagi Smartphone dan penggunanya. Banyak pengguna Smartphone yang pilih-pilih terlebih da...