A. ANALISIS KONTRASTIF
Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap
unsur-unsur kebahasaan. Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara
untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar
bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk
membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama
(B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi sekaligus untuk membandingkan dan
mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga
hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan
cara membandingkan dua data kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan
data bahasa kedua (B2). Kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis,
hasilnya akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan
kesamaan dari kedua bahasa itu. Pembahasan data itu harus juga mempertimbangkan
faktor budaya, baik budaya bahasa maupun budaya peserta didik. Hasil dari
pembahasan tersebut akan diperoleh gambaran kesulitan dankemudahan peserta
didik dalam belajar suatu bahasa.
B. MEMAHAMI ANALISIS KONTRASTIF
Hambatan
terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2) adalah tercampurnya sistem bahasa pertama
(B1) dengan sistem
B2. Analisis Kontrastif mencoba menjembatani kesulitan tersebut dengan
mengontraskan kedua sistem bahasa yang ada untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang
terjadi.
Manusia memperoleh bahasa
melalui proses yang sangat kompleks. Oleh karena itu, beberapa ahli mencoba
untuk menghubungkan berbagai faktor yang ikut terlibat dalam proses penguasaan
bahasa. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor bentuk bahasa (berupa bunyi,
sistem bunyi dan struktur gramatik yang dipakai sebagai sarana agar fungsi komunikatif dapat
berlangsung) dan faktor sistem bahasa (berupa unit-unit dan struktur
kebahasaan) yang akan memengaruhi faktor-faktor psikologi. Faktor-faktor psikologi
itu antara lain:
a. pemerolehan B2,
b. hakikat belajar (baik menurut pandangan
kaum behavioris maupun kaum kognitivis,
c. faktor kepribadian, dan
d. dimensi-dimensi sosiokultural (Brown,
1980).
Jika
proses penguasaan bahasa ternyata melibatkan berbagai faktor yang rumit dan
kenyataannya berbagai usaha telah dilakukan tetapi hasilnya tetap belum
memuaskan semua pihak, hal ini
bukanIah merupakan kegagalan. Argumentasinya bahwa setiap teori yang muncul selalu
menunjukkan kelebihan, tetapi begitu dikaji dari berbagai segi selalu
menimbulkan kritik karena mulai kelihatan kelemahannya. Dengan cara
demikianlah teori bermunculan dar ilmu pengetahuan itu menjadi berkembang.
C. LINGUISTIK
KONTRASTIF
AK sering dipersamakan dengan istilah Linguistik Kontrastif (Hamied, 1987). Linguistik Kontrastif adalah
suatu cabang ilmu
bahasa yang tugasnya
membandingkan secara
sinkronis dua bahasa sedemikian
rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat (Lado,
1957).
Penetapan
Analisis Kontrastif dalam pengajaran
bahasa didasarkan pada asumsi teoretis
bahwa:
a. ….
materi pengajaran bahasa yang paling efektif adalah materi yang didasarkan pada
deskripsi bahasa itu (Fries, 1945),
b. …. dengan mengontraskan bahasa pertama
dengan bahasa yang akan dipelajari dapat meramalkan dan mendeskripsikan pola-
pola yang menyebabkan kesulitan dalam belajar bahasa kedua (Lado, 1957).
c. …. perubahan yang harus terjadi pada
tingkah laku seseorang yang belajar bahasa asing dapat disamakan dengan
perbedaan antara struktur bahasa dan budaya murid dengan struktur bahasa dan
budaya yang dipelajari (Valdman’s 1966, dalam Wardhaugh, 1970).
Analisis Kontrastif menjadi semakin
populer setelah muncul karya Lado (1959) yang berjudul Linguistics A cross Culture yang menguraikan secara panjang lebar
mengenai cara-cara mengontraskan dua bahasa. Buku tersebut berisi uraian Analisis Kontrastif antara bahasa Inggris
dengan bahasa Spanyol, dengan suplemen contoh-contoh lain dari bahasa China,
Muangthai dan sebagainya. Lado menganjurkan agar pengontrasan itu dilakukan
terhadap fonologi, struktur gramatik, kosakata serta sistem tulisan.
Penganut Aanalisis Kontrastif versi lemah (weak version) juga memiliki
tuntutan terhadap linguis tetapi tidak
seperti golongan Versi Keras. Tuntutan versi lemah antara lain:
a. Analisis
Kontrastif cukup menggunakan pengetahuan kebahasaan yang
paling baik yang ada padanya untuk.mempertanggungjawabkan kesulitan belajar B2
yang diamati.
b. Perigamatan cukup dilakukan terhadap
data yang tampak pada interferensi kebahasaan untuk menerangkan persamaan dan
perbedaan antara kedua sistem bahasa itu.
c. Titik awal pengontrasan cukup diperoleh
dari data aktualseperti kesilapan terjemahan, kesulitan belajar, dan residu
aksen asing.
d. Referensi dua sistem bahasa dipergunakan
untuk menerangkan interferensi yang diamati.
e. Dasar teori dapat bersifat eklektik yang
berisi pandangan Generatif Transformasi, struktural, serta tata bahasa
paradigmatik.
f. Boleh juga hierarki kesulitan didasarkan
pada pengalaman serta intuisi, bukan teori linguistik yang semestinya.
Pendukung Versi
Lemah ini antara lain Stocell dan Bowen dengan karyanya
The Sounds of English and Spanish
(1965) dan The Grammatical
Structures of English and Spanish; Stockwell dan
Bowen dalam mengontraskan
fonologi bahasa Inggris dengan bahasa Spanyol menggunakan pengetahuan Iinguistiknya untuk
menerangkan masalah yang dihadapi pembicara bahasa Inggris yang sedang belajar
bahasa Spanyol serta menggunakan metode yang sangat eklektik dari Generatif
Transformasi, Struktural dan Tata bahasa Paradigmatik.
Versi lain dari Versi Keras dan Versi Lemah adalah Versi Moderat. Kelompok ini
mencoba merasionalisasi Analisis Kontrastif berdasarkan tiga
sumber yaitu:
a. pengalaman dalam praktik mengajar para
guru bahasa kedua,
b. studi mengenai bahasa antara dan
c. teori belajar bahasa.
Berdasarkan
sumber-sumber itu kemudian Lee (1968) mengajukan asumsi bahwa Analisis Kontrastif perlu dilakukan
karena:
a. penyebab utama kesulitan belajar bahasa kedua
adalah interferensi dari bahasa ibu pembelajar,
b. kesulitan itu terjadi karena perbedaan
dari kedua sistem bahasa itu,
c. semakin besar perbedaan kedua bahasa
semakin besar pula kesuIitannya,
d. hasilperbandingan dari dua bahasa itu
perlu untuk meramalkan
kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa kedua, dan
e. apa yang diajarkan harus sesuai dengan
perbedaan yang ada dari kedua sistem bahasa itu berdasarkan hasil analisis
perbedaan. .
Apa
pun versinya, usaha untuk mengontraskan dua sisten, bahasa hendaknya dilakukan
dengan langkah-langkah:
a. deskripsi kedua bahasa yang akan
dikontraskan,
b. seleksi unsur-unsur persamaan dan
perbedaan kedua bahasa;
c. mengontraskan perbedaan sistem kedua
bahasa dan,
d. meramalkan sebab-sebab kesulitan belajar
berdasarkan hasil pengontrasan tersebut.
Bila
kita simak ke belakang, munculnya Aanalisis
Kontrastif
sebetulnya didasarkan pada 3 (tiga) asumsi yaitu:
a.
Pengalaman mengajar guru-guru bahasa asing yang selalu menemukan bahwa
kesalahan berbahasa yang dipelajari pembelajar selalu dapat ditelusur kembali
melalui bahasa ibu pembelajar,
b. studi tentang kontak bahasa dalam
situasi kedwibahasaan yang selalu dicatat adanya interferensi yang oleh
Weinreich diartikan sebagai those
instances of deoiation from the norms of either language which occur in the
speech of bilinguals as a result of their familiarity with more than one
language (1953),
c. teori belajar terutama teori transfer
yang dipandang sebagai fasilitasi yang bersifat positif, di samping ada
interferensi yang bersifat negatif (Jakobovits, 1969; Carroll, 1968).
Berdasarkan
tiga asumsi dasar di atas Analisis Kontrastif pada dasamya bertujuan:
a. memberikan wawasan tentang persamaan dan
perbedaan antara bahasa pertama dengan bahasa kedua yang akan dipelajari,
b. menjelaskan dan memperkirakan
masalah-masalah (yang timbul) dalam belajar B2, dan
c. mengembangkan bahan pelajaranbahasa
kedua untuk pengajaran bahasa (Hamied, 1987).
D.
KRITIK TERHADAP ANALISIS KONTRASTIF
Analisis kontrastif
yang mencoba mengontraskan dua bahasa yang berbeda dengan maksud untuk
mengenali sebab-sebab timbulnya interferensi dan meramalkan kesukaran belajar
ternyata menimbulkan berbagai kritik dari ahli bahan Pembelajaran ahli pengajaran
bahasa. .
Kritik pertama
dikemukakan oleh Ronald Wardhaugh (1970) bahwa Analisis Kontrastif
menimbulkan ketidakpastian karena tidak memadainya teorilinguistik yang ada.
Sebagai contoh deep. structure bahasa dari Chomsky yang diklaim oleh Analisis Kontrastif sebagai pendukung
teorinya, ternyata belum memiliki kesamaan pengertian dengan yang dimaksud oleh McCowly (1968) maupun dengan yang
dimaksud oleh Fillmore (1968). Analisis
Kontrastif
yang mengklaim bahwa deep structure
semua bahasa adalah sama, tidak lebih dari suatu tuntutan bahwa seseorang tidak
mungkin berbicara tentang hal yang sama dalam bahasa yang berlainan. Klaim ini
tidak menarik dan bahkan bertentangan dengan teori Sapir dan Worf.
Kritik kedua
dikemukakan oleh Whitman dan Jackson,(1972) ketika mereka mengadakan tes
empirik terhadap teori Analisis Kontrastif, Tes yang terdiri atas 40 butir tata
bahasa dan kemudian diberikan kepada 2500 orang Jepang yang sedang belajar
bahasa Inggris. Hasil tes tersebut dibandingkan
dengan ramalan-ramalan
sebelumnya. Ternyata hasil ramalan oleh para ahli bahasa tidak mendapat
dukungan darihasil tes tersebut. Kesimpulannya Aanalisis Kontrastif
baik secara teoretis maupun praktis hasilnya tidak memadai untuk meramalkan
interferensi yang diperbuat oleh pembelajar.
Kritik ketiga
dikemukakan oleli Brown (1980) bahwa Analisis
Kontrastif
yang populer itu ternyata hanya berhasil meramalkan kesulitan dalam bidang
fonologi. Hal ini bisa dimaklumi karena fonologi bersifat psikomotoris yang
banyak menggantungkan pada aktivitas otot- otot dalam menghasilkan bunyi. Tetapi
pada tataran sintaksis. dan leksikal interferensi itu sulit diramalkan. Hal ini
karena semua itu lebih banyak dikoordinasi oIeh faktor kognitif.
Kritik keempat
dikemukakan oleh Abdul Wahab (tidak di- publikasikan) bahwa penerapan Analisis Kontrastif terhadap dua sistem
bahasa yang sangat berbeda harus ditinjau kembali. Argumentasi yang diajukan
adalah pengamatannya terhadap kontras BI dengan bahasa Sansekerta dalam bidang
sintaksis. Perbedaan dari kedua sistem babas tersebut terletak pada tingkat
klasifikasi kata, jenis kata, dan kasus. Kasus dalam menyusun kaIimat bahasa
Sansekerta sebanyak 8 (delapan) kasus, seperti jumlah, gender, bunyi akhir
untuk masing-masing kata benda, aspek dan lain-lain, semua itu masih terikat pada
subjeknya. Jika masing-masing kasus ada tiga macam, kecuali kasus aspek ada 5
(lima) macam.
DAFTAR PUSTAKA
https://pangeransastra.wordpress.com/2014/10/13/linguistik-dan-pembelajaran-bahasa-analisis-kontrastif-2/
Pranowo,TEORI BELAJAR BAHASA, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar